MAKALAH
CIVIL SOCIETY/MASYARAKAT MADANI
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pendidikan
Kewarganegaraan”
Yang
dibina oleh bapak Ali Usman
Penyusun :
1. M. Murah Pamuji (12650033)
2.
M. Zidnal Falah (12650034)
3.
Sulton Daud Ul M. (12650035)
4.
M. Arfa Amrizal (12650036)
5. Lina Nur Latifah (12650037)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI
TEKNIK INFORMATIKA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Civil Society”,
yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah
ini berisi pengertian dan konsep civil society, karakteristik civil society,
peranan civil society. Diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan
kepada kita semua mengenai civil society, terutama di era demokratisasi ini.
Kami
menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritikan dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan.
Akhir
kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusuna makalah ini. Semoga Allah senantiasa meridlai langkah kita
dalam segala hal. Amin
Yogyakarta, 3 Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................... 1
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN.................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
SEJARAH DAN PENGERTIAN CIVIL SOCIETY................................................... 2
2.2
KONSEP CIVIL SOCIETY....................................................................................... 2
2.3
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI....................................................... 4
2.4
CIVIL SOCIETY DI INDONESIA SERTA PENGUATANNYA PASCA REFORMASI 5
2.5
PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI..... 6
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN......................................................................................................... 9
3.2
SARAN.................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 LATAR BELAKANG
Di
era demokratisasi ini peran civil society (terutama di kalangan organisasi non
pemerintahan) dengan partai politik adalah penting.
Masyarakat
sipil (civil society) memiliki 3 peranan penting dalam proses demokrasi, yakni
sebagai advokasi, empowerment, dan kontrol sosial.
·
Advokasi
masyarakat sipil berarti ikut mempengaruhi sapa yang seharusnya menjadi
kebijakan publik, misalnya penyampaian aspirasi melalui elemen-elemen pembuat
kebijakan (pemerintah)
·
Empowerment
berarti masyarakat sipil ikut aktif dalam pemberdayaan sumber daya yang ada
pada masyrakat. yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material,
ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama
dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan.
·
Kontrol
sosial, yaitu masyarakat sipil berperan menjadi pengawas dan pengontrol
jalannya demokrasi agar tidak menyimpang dari jalurnya.
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
-
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu tigas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan semester gasal.
-
Makalah
ini bermaksud untuk menjelaskan mengenai sejarah dan pengertian civil society,
konsep-konsep civil society, karakteristik yang dimiliki civil society, dan
realita civil society di negara indonesia, serta peranan umat islam dalam
terciptanya civil society.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH DAN PENGERTIAN CIVIL SOCIETY
Civil
society dalam bahasa indonesia berarti masyarakat sipil dan juga biasa disebut
masyarakat madani. Sedangkan kata madani itu sendiri berasal dari kata madinah.
Ini merujuk kepada pemaknaan bahwa masyarakat madinah adalah masyarakat yang
beradab. Masyarakat muslim awal ini disebut umat terbaik karena amar ma’ruf
nahi munkar mereka. Adapun cara
pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah,
nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl
[16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi
bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat
berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga
persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku
adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur
lainnya.
2.2 KONSEP CIVIL SOCIETY
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan
maasyarakat beradab yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan dengan
mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif
bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Konsep civil society menurut para ahli:
1.
Alexis de ‘Tocqueville
Dalam konsep ini, masyarakat sudah mampu
mengorganisasi kebutuhannya tanpa campur tangan negara. Negara hanya dibutuhkan
untuk membuat peraturan legal, namun kekuasaannya harus diminimalisir.
Asosiasi merupakan salah satu bentuk
output dari tatanan civil society, yakni sekelompok masyarakat yang bertujuan
untuk merealisasikan kepentingan bersama, dan melakukan kontrol sosial terhadap
pemerintahan.
De ‘Tocqueville
mendefinisikan civil society sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir
dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan,
kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma
atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
2. Antonio Gramsci
Gramsci
mengemukakan konsep hegemoni, yakni sekelompok masyarakat yang menolak
manifestasi dari kelas-kelas penguasa. Mereka bertujuan untuk menarik
kesepakatan aktif kelas-kelas yang didominasinya.
Namun untuk
mempertahankannya, kelompok ini tidak mau
berkompromi dengan kelas-kelas sosial lainnya, melainkan untuk memaksa
negara dalam berkompromi dan memenuhi tunututan- tunututan mereka.
3. Karl Marx
civil
society bagi marx hanyalah transisi ekonomi masyarakat kapitalis menuju
sosialis. Dimana relasi civil society, dan negara dikontrol sepenuhnya oleh
bagaimana relasi produksi, distribusi dan hukum-hukum ekonomi.
4. G.W.F. Hegel
Civil
society memisahkan antara kaum borjuis dengan kekuasaan negara feodal, sehingga
menciptakan wilayah sosial yang berupa persaingan ekonomi. Hegel mengembangkan civil society ke dalam
tiga wilayah:
a. Keluarga.
Keluarga merupakan tempat sosialisasi individu sebagai
bagian dari masyarakat dalam ruang pribadi.
b. Civil society
Civil society merupakan wadah pemenuhan ekonomi bagi
individu dan kelompok.
c. Negara
Yaitu kekuasaan politik yang memiliki ide universal
untuk melindungi kepentingan warganya.1)
______________________________________________________________________
2.3
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Ada
beberapa karakteristik masyarakat madani atau civil society. Karakteristik tersebut antara lain adalah adanya
Free Public Sphere, Demokratis, Toleran, Pluralisme, dan Keadilan Sosial
(social justice).
1. Free Public
Sphere
Yang dimaksud
dengan free public sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana
dalam mengemukakan pendapat. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta
mempublikasikan informasi kepada publik.
2. Demokratis
Demokratis
merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana civil society, dimana dalam
menjalankan kehidupan, warga negar memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan
aktifitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengsan lingkungannya. Demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi
penegakan civil society.
3. Toleran
Toleran
merupakan sikap yang dikembangkan dalam civil society untuk menunjukkan sikap
saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
Toleran ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing ndividu untuk
menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yag dilakukan oleh kelompok
masyarakat lain yang berbeda.
4. Pluralisme
Sebagai sebuah prasyarat penegak civil society, maka pluralisme harus
dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang
menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Pluralisme tidak bisa dipahami hnaya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap
yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif,
merupakan rahmat Tuhan.
5. Keadilan Sosial (social
justice)
Keadilan dimaksudkan
untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagiaan yang proporsional terhadap hak
dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal
ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan
pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang
sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
(penguasa). 2)
______________________________________________________________________
2)
Swiyanto dan Muslihin,Kewarganergaraan (Klaten:Ganeca Exact,2004).
Hlm;106
2.4
CIVIL SOCIETY DI INDONESIA SERTA PENGUATANNYA PASCA REFORMASI
Berbicara
masalah civil society selalu akan berbicara tentang transformasi sosial yang
akan membawa masyarakat pada suatu tahap. Di Indonesia sendiri praktik-praktik
civil society masih sangat jauh dari indikator ideal. Dalam hal ekonomi
misalnya, masih banyak terjadi ketimpangan kesejahteraan di beberapa wilayah
bagian Indonesia. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat
pluralistik. Atau lebih tepat disebut masyarakat yang sangat tinggi tingkat
fragmentasi sosialnya.inilah yang menjadi penghambat tumbuh dan berkembangnya
civil society di Indonesia.
Praktik
civil society diawali dari sejarah panjang Negara Indonesia pada pilihan
strategi pembangunan masa Orde Baru. Pada saat itu “stabilitas Politik
Beku” telah membawa bangsa ini ke dalam kehidupan politik yang cenderung
menjauh dari proses demokrasi. Meskipun kompensasi dari strategi ini telah
ditempuh dengan memaksimalkan pertumbuhan ekonomi yang menakjuban (rata-rata
7%), namun keadilan dalam pengertian substansial hampir tidak pernah tercapai.
Kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakberdayaan bagi lapisan masyarakat bawah
selalu mewarnai dalam setiap tahapan pembangunan. Nahkan program pemberdayaan
masyarakat hanya sekedar sebagai retorika politik negara dari pada sebagai
gerakan nyata dari lapisan masyarakat. Terbukti ketika kekuatan politik kaum
buruh, petani, cendekiawan, aktivis LSM, dan kelompok professional mengalami
marginalisasi. Pasca reformasi 1998. Usaha yang begitu dibanggakan pada saat
itu adalah transparansi, yaitu pembentukan pemerintahan yang bersih melalui
kekuatan kontrol publik.
Penguatan masyarakat madani (civil society) yang dapat
digunakan sebagai kontrol publik secara hakiki dapat dirumuskan sebagai
berikut: yaitu pengelompokan anggota-anggota masyarakat sebagai warga negara
yang mandiri dapat dengan bebas dan bertindak secara aktif dalam tataran wacana
maupun praktiknya mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah
kemasyarakatan. Pada masa ini, artikulasi kepentingan dapat disalurkan baik
melalui individu ataupun kelompok tanpa ada tekanan dari pemegang kekuasaan.
Manajemen negosiasi akan mewujudkan rekonsiliasi nasional sebab kekuatan
oposisi dapat ikut berperan dalam pemerintahan. Bila ini mampu terwujud,
pemerintahan akan tumbuh kembali dan secara otomatis akan memperbaiki kondisi
ekonomi yang ada. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan disertai dengan
pemerataan kesejahteraan sehingga dimensi keadilan mewarnai dalam setiap fase
pembangunan masyarakat. Itulah manfaat dari penguatan civil society dalam
negara. 3)
2.5
PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI
Dalam
sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi
pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang
kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan
kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan
terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu
Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
2.5.1 Kualitas SDM Umat Islam
Dalam Q.S.
Ali Imran ayat 110
Artinya:
Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat
tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang
terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek
kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non
Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu
sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
2.5.2 Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan
kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang
politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu
menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari
85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan
peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum
Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai
Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
2.5.3 Sistem Ekonomi Islam
dan Kesejahteraan Umat
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk
kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah).
Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan
penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau
hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian realitas dari adanya hak milik
mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari
tauhid. Manurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal
ini berarti hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi atau
relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa yang diperolehnya
melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk
mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang telah ditentukan secara khusus
dalam hukum Islam. Pernyataan-pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam
sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan
sesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama. Pertama,
tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang
lain. Dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang
lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka
saja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia
adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya.
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat
di muka hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi
yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap
masyarakat.
Allah
melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu’ara ayat 183:
Artinya:
Dan
janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan;
Dalam
komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi
dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan
dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan
kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa
semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada
masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat
tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya
dalam masyarakat.
Dalam Q.S.
An-Nahl ayat 71 disebutkan:
Artinya:
Dan Allah
melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi
orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka
kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu.
Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.
Dalam ukuran
tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya.
Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya
harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.
Banyak
ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain
Q.S. An-nisa ayat 114:
Artinya:
Tidak ada
kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian
Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang
besar.
Dalam ajaran
Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat.
Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak. Dengan melaksanakan kedua
hungan itu hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam arti politik,
civil society atau masyarakat madani adalah pelindung individu terhadap
kesewenang-wenangan negara dan berfungsi sebagai kekuatan moral yang mengimbangi
praktik-praktik politik pemerintah dan lembaga-lembaga politik lainnya.
Dalam arti ekonomi,
civil society adalah pelindung masyarakat dan individu terhadap ketidakpastian
global dan cengkraman konglomerasi dengan menciptakan jaringan ekonomi mandiri
untuk kebutuhan pokok (contoh: koperasi)
Jadi, civil society
bukanlah suatu pencapaian kekuasaan, tetapi diberlakukannya prinsip-prinsip
demokrasi dan harus selalu terpisah dari kooptasi dengan pihak penguasa.
3.2 SARAN
1.
Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan dan memberdayakan rakyat dalam
mengoptimalisasikan peranannya sebagai civil society.
2.
Sebaiknya penerapan civil society dimulai dari ruang lingkup terkecil, yaitu
keluarga.
3.
Civil society tidak harus melulu merujuk kepada masyarakat yang aktif dan
kritis di bidang politik, namun dapat direalisasikan meski hanya dengan menjadi
warga negara yang baik, yang berintelek, menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan dengan toleransi yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Swiyanto dan
Muslihin,Kewarganergaraan (Klaten:Ganeca Exact,2004). Hlm;106